Freeport-McMoRan (FCX) merupakan perusahaan tambang
internasional utama dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat.
FCX mengelola beragam aset besar berusia panjang yang tersebar secara geografis
di atas empat benua, dengan cadangan signifikan terbukti dan terkira dari
tembaga, emas dan molybdenum. Mulai dari pegunungan khatulistiwa di Papua,
Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat Daya Amerika Serikat, gunung api megah
di Peru, daerah tradisional penghasil tembaga di Chile dan peluang baru
menggairahkan di Republik Demokrasi Kongo, kami berada di garis depan pemasokan
logam yang sangat dibutuhkan di dunia.
Freeport-McMoRan merupakan perusahaan publik di bidang
tembaga yang terbesar di dunia, penghasil utama di dunia dari molybdenum –
logam yang digunakan pada campuran logam baja berkekuatan tinggi, produk kimia,
dan produksi pelumas – serta produsen besar emas. Selaku pemimpin industri, FCX
telah menunjukkan keahlian terbukti untuk teknologi maupun metode produksi
menghasilkan tembaga, emas dan molybdenum. FCX menyelenggarakan kegiatan
melalui beberapa anak perusahaan utama; PTFI, Freeport-McMoRan Corporation dan
Atlantic Copper.
Bagaimana Freeport Beroperasi
Saat ini PT Freeport Indonesia (PTFI) menerapkan dua
teknik penambangan, yakni open-pit atau tambang terbuka di Grasberg dan tambang
bawah tanah di Deep Ore Zone (DOZ). Bijih hasil penambangan kemudian diangkut
ke pabrik pengolahan untuk dihancurkan menjadi pasir yang sangat halus. Selanjutnya
diikuti dengan proses pengapungan menggunakan reagent, bahan yang berbasis
alkohol dan kapur, untuk memisahkan konsentrat yang mengandung mineral tembaga,
emas dan perak. Sisa dari pasir yang tidak memiliki nilai ekonomi (tailing)
dialirkan melalui sungai menuju daerah pengendapan di dataran rendah. Konsentrat
dalam bentuk bubur disalurkan dari pabrik pengolahan menuju pabrik pengeringan
di pelabuhan Amamapare, melalui pipa sepanjang 110 km. Setelah dikeringkan,
konsentrat yang merupakan produk akhir PTFI ini kemudian dikirim ke
pabrik-pabrik pemurnian di dalam maupun luar negeri
Kegiatan penambangan dan pengolahan
Penambangan: meliputi kegiatan pengeboran dan peledakan,
pengisian dan pengangkutan muatan, dan penghancuran, menghasilkan Bijih
tembaga.
Pengolahan: meliputi kegiatan penggerusan, pengapungan, dan
pengeringan, menghasilkan Konsentrat tembaga, dimana pembeli membayar atas
kandungan tembaga, emas dan perak.
Konsentrat tembaga merupakan produk akhir PTFI dengan nilai tambah
mencapai 95%.
Kontribusi Freeport Indonesia
Sebagai mitra jangka panjang
Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan
komunitas lokal, Freeport Indonesia telah berinvestasi sebesar US$7,7 miliar
dalam infrastruktur selama 45 tahun di Indonesia.
Berdasarkan riset yang diadakan
oleh Universitas Indonesia, sampai saat ini usaha PTFI mewakilkan 1,59% dari
semua kegiatan ekonomi di Indonesia dengan 300.000 karyawan Indonesia dan
keluarganya bergantung pada PTFI untuk kelangsungan hidup mereka. PTFI juga
berkeinginan untuk terus berinvestasi dan menjadi bagian dari Indonesia untuk
jangka waktu yang lama.
Kontribusi dan peranan PT
Freeport Indonesia bagi negara :
- Menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia (karyawan PTFI terdiri dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan Papua, serta 2,2% karyawan Asing).
- Menanam Investasi > USD 8,5 Miliar untuk membangun infrastruktur perusahaan dan sosial di Papua, dengan rencana investasi-investasi yang signifikan pada masa datang.
- PTFI telah membeli > USD 11,26 Miliar barang dan jasa domestik sejak 1992.
- Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari USD 37,46 Miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti.
- Keuntungan finansial langsung ke pemerintah Indonesia dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah 59%, sisanya ke perusahaan induk (FCX) 41%. Hal ini melebihi jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di negara-negara lain.
- Kajian LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi PTFI di Papua dan Indonesia di 2011: 0,8% untuk PDB Indonesia, 45% untuk PDRB Provinsi Papua, dan 95% untuk PDRB Mimika.
- Membayar Pajak 1,7% dari anggaran nasional Indonesia.
- Membiayai >50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui sektor tambang di Indonesia.
- Membentuk 0,8% dari semua pendapatan rumah tangga di Indonesia.
- Membentuk 44% dari pemasukan rumah tangga di provinsi Papua.
Dampak pertambangan emas yang dilakukan
Freeport terhadap alam sekitarnya
Beberapa kerusakan
lingkungan yang diungkap
oleh media dan LSM adalah, Freeport telah mematikan
23.000 ha hutan
di wilayah pengendapan
tailing. Merubah bentang alam karena
erosi maupun sedimentasi. Meluapnya sungai karena pendangkalan akibat
endapan tailing. Freeport
telah membuang tailing dengan
kategori limbah B3
(Bahan Beracun Berbahaya) melalui
Sungai Ajkwa. Limbah
ini telah mencapai
pesisir laut Arafura.
Tailing yang dibuang
Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui baku mutu
total suspend solid (TSS)
yang diperbolehkan menurut
hukum Indonesia. Limbah
tailing Freeport mencemari perairan
di muara sungai
Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah besar jenis mahluk hidup serta
mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar. Tailing
yang dibuang Freeport
merupakan bahan yang
mampu menghasilkan cairan asam
berbahaya bagi kehidupan aquatik. Bahkan sejumlah spesies aquatik sensitif
di sungai Ajkwa telah punah akibat tailing Freeport. Menurut perhitungan
Greenomics Indonesia, biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp 67 trilyun. Freeport
telah mengakibatkan kerusakan
alam dan mengubah
bentang alam serta mengakibatkan degradasi hutan yang
seharusnya ditindak tegas pemerintah.
Hal ini karena mengancam kelestarian
lingkungan dan melanggar
prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang diamanatkan UUD
1945 pasal 33. Hasil bumi Indonesia ini dikelola oleh pihak asing karena sumber
daya manusia (SDM) penduduk negara indonesia kurang dibandingkan oleh pihak
asing, selain itu teknologi yang digunakan untuk mengolah hasil ini hanya
dimiliki oleh pihak asing, dan mereka tidak mau menjualnya kepada indonesia
sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh pihak asing untuk melakukan kerja sama.
Tanggapan pemerintah pun disambut dengan baik, karena dalam perjanjian yang
telah dilakukan, pihak asing hanya diperbolehkan untuk menambang tembaga. Tetapi
tanpa persetujuan pemerintah, pihak asing tersebut telah menambang emas juga.
Kasus
pelanggaran HAM yang disebabkan oleh pihak Freeport
Komnas HAM melakukan investigasi
pelanggaran HAM yang terjadi di daerah Timika dan sekitarnya.
Kesimpulan anggota tim
investigasi Komnas HAM, mengungkapkan bahwa selama 1993-1995 telah
terjadi 6 jenis pelanggaran HAM,
yang mengakibatkan 16 penduduk terbunuh
dan empat orang
masih dinyatakan hilang.
6 jenis pelanggaran HAM tesrsebut adalah pembunuhan, penculikan,
pembohongan pada publik, penganiayaan, diskriminasi, pencemaran.
Pelanggaran ini diantaranya
dilakukan oleh aparat
keamanan FI maupun
pihak tentara Indonesia.
Dalam selembar surat jawaban
kepada editor American
Statement, Ralph Haurwitz,
Atase Penerangan Kedubes Amerika Serikat di Jakarta Craig J. Stromme
menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti
yang dapat dipercaya
atas tuduhan pelanggaran
HAM oleh Freeport di
Irian Jaya. Gugatan
Tom Beanal, Ketua
Lembaga Adat Suku Amungme
(Lemasa) terdaftar di
pengadilan Louisiana, markas besar
FCX, dengan kasus
no.96 - 1474. Belakangan, gugatan
ini ditolak dan
pengadilan menyatakan Freeport
tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM. Hampir seluruh kasus pelanggaran
HAM terkait tambang Freeport tidak
jelas penyelesaiannya. Para
pelaku kejahatan HAM
ini umumnya tidak ditemukan atau mendapat perlindungan sehingga lolos
dari jerat hukum. Keadilan bagi korban
pelanggaran HAM kasus-kasus
Freeport tampaknya memang suatu hal yang absurd.
Tidak ada investigasi yang menemukan
keterkaitan Freeport secara
langsung dengan pelanggaran
HAM, tetapi semakin
banyak orang-orang Papua yang menghubungkan Freeport dengan
tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI, dan pada sejumlah
kasus kekerasan itu
dilakukan dengan menggunakan fasilitas Freeport. Seorang ahli antropologi
Australia, Chris Ballard, yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail
Abrash, seorang aktivis
HAM dari Amerika
Serikat, memperkirakan,
sebanyak 160 orang
telah dibunuh oleh
militer antara tahun
1975–1997 di daerah tambang dan
sekitarnya. Kasus pelanggaran HAM ini
tidak sesuai dengan
sila kedua pancasila yang
berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab, karena seharusnya mereka
menghormati hak warga yang berada di
sekitar wilayah pertambangan Freeport bukan malah sebaliknya. Pihak
Freeport terkesan mengabaikan hak warga yang berada disana, yang berakibat pada
perlawanan warga terhadap freeport. Sebagai pemerintah sebaiknya langkah yang
seharusnya dilakukan untuk mengurangi banyaknya kerusakan yang disebabkan oleh freeport adalah bagaimana membuktikan
bahwa pihak freeport telah menyalahi perjanjian yang sudah ditetapkan, sehinnga
pihak pemerintahan Indonesia dapat memberikan sanksi terhadap freeport
tersebut. Selanjutnya hal yang terpenting untuk memperbaruhi keadaan alam di
Timika-Papua adalah pemerintah harus dapat mengembalikan keadaan alam disana,
supaya kehidupan warga Timika dapat kembali tentram dengan adanya lingkungan
yang alami. Meskipun membutuhkan dana yang banyak, pemerintah harus berani
mengambil resiko bagaimana biaya yang harus dikeluarkan. Untuk itu pemerintah
hendaknya dapat belajar dari pengalaman yang pernah terjadi, bagaimana melakukan
suatu kerja sama yang baik, dan selalu memantau segala kegiatan yang dilakukan
ditanah negara Indonesia.
Solusi Untuk
Pemerintah
Drama antara Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport
Indonesia semakin menunjukkan titik terang yang mungkin akan menjadi akhir dari
sengketa ini. PT. Freeport telah dengan bebas bergerak sejak tahun 1967 melalui
Kontrak Karya yang diberikan oleh Presiden Kedua Indoneia, yaitu Soeharto.
Kontrak Karya ini berisi tentang hak PT. Freeport Indonesia yang dibebaskan untuk
mengatur, membenahi, dan menangani semua jenis operasional mereka
termasuk keuangan, dalam hal ini pemerintah sama sekali tidak boleh ikut
campur.
Pemerintah tidak memiliki
kewenangan apapun dalam mencampuri urusan ini, sehingga PT. Freeport Indonesia,
mampu bergerak bebas tanpa adanya batasan dan larangan dari pemerintah. Sampai
datanglah sesosok Jokowi yang dengan tenang berusaha mengambil alih PT.
Freeport Indonesia secara perlahan namun pasti.
Langkah awal yang diambil
Jokowi adalah dengan menggerakan Ignasius Jonan sebagai mentri ESDM untuk
memaksa PT. Freeport Indonesia mengubah perjanjian Kontrak Karya ini menjadi
perijinan pertambangan biasa . Hal ini tentu saja membuat PT. Freeport
Indonesia cukup tertekan dan kalang kabut, pasalnya, selama ini mereka telah
dengan bebas memanfaatkan Kontrak Karya ini dengan sangat apik sekali.
Pembangunan Smelter
Masalah yang paling utama
pada PT. Freeport Indonesia saat ini adalah terjadinya wanprestasi, dimana PT.
Freeport Indonesia belum juga membangun smelter yang awalnya
dijanjikan selesai pada tahun 2017 sesuai perjanjian antara keduanya. PT.
Freeport Indonesia sendiri mengklaim bahwa mereka sangat berniat untuk
membangun smelter, namun masih tersendat oleh masalah terkait
pembebasan lahan, dan di dalamnya terdapat beberapa izin salah satunya adalah
izin AMDAL.
Smelter merupakan
bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih
tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara
ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus
dimurnikan pada smelter.
Pembangunan Smelter
di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Baik perusahaan besar
maupun kecil. Setidaknya sudah ada 66 perusahan yang sedang melakukan
pembangunan smelter saat tulisan ini dibuat. Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Jero Wacik mengatakan 66 perusahaan tersebut bagian dari 253 perusahaan
pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang menandatangani pakta integritas
sejak Peraturan Menteri No.7/2012 diterbitkan, karena itulah PT. Freeport
Indonesia diwajibkan untuk membangun smelter yang seharusnya selesai pada 2017.
Divestasi Saham
Masalah berikutnya yang
harus diselesaikan oleh PT. Freeport Indonesia adalah divestasi saham. Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta PT Freeport Indonesia
(PTFI) untuk menaati semua peraturan yang telah dikeluarkan, salah satunya
yakni divestasi saham hingga 51 persen.
Menurut Jonan, aturan
mengenai divestasi saham tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1
Tahun 2017 tentang perubahan keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Divestasi saham sebesar
51% dinilai merupakan aspirasi rakyat Indonesia yang ditegaskan Bapak Presiden
agar Freeport dapat bermitra dengan pemerintah sehingga jaminan kelangsungan
usaha dapat berjalan dengan baik dan rakyat Indonesia serta Papua khususnya
juga ikut menikmati sebagai pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di
Indonesia.
Penyelesaian
Kemelut kasus Pemerintah
Indonesia melawan PT. Freeport Indonesia membuat keduanya ingin menempuh jalur
arbitrase. Tujuan dari arbitrase sendiri adalah untuk menemukan jalan tengah
dan titik temu yang menyepakati kebutuhan kedua belah pihak. Tentu saja
penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase akan memakan waktu tenaga dan
tentu saja biaya yang tidak sedikit, namun jika negosiasi tak kunjung
menghasilkan, maka tak heran bila jalur arbitrase harus diambil.
Kesimpulan
Freeport dari
segi finansial memang
memberikan pemasukan yang
besar bagi Indonesia, tetapi
hal tersebut tidak
sebanding dengan pemasukan
yang diterima oleh pihak Freeport
yang merupakan perusahaan milik asing dan berbagai dampak negatif yang
ditimbulkan oleh freeport. Berbagai konflik
dan pelanggaran HAM juga mewarnai
perjalanan Freeport yang
semua itu terkesan
kurang mendapat perhatian dari
pemerintah, karena semua
kasus pelanggaran HAM
yang terjadi tidak pernah terselesaikan
dengan baik. Apabila dihubungkan
dengan pancasila, maka
Freeport telah melanggar sila
kedua pancasila karena
pihak Freeport telah banyak
mengabaikan apa yang menjadi hak warga sekitar.
Saran
Freeport merupakan
salah satu perusahaan
tambang yang dikelola
oleh pihak asing. Sebagian
besar keuntungan yang
didapat dari hasil
tambang pasti akan masuk ke devisa milik asing dan bukan ke Indonesia.
Indonesia kaya akan hasil
tambang, seharusnya kita lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
kita miliki supaya berbagai tambang yang kita miliki dapat kita kelola sendiri
dan keuntungan yang didapat
akan mengalir ke cadangan
devisa negara. Pemerintah juga sudah
seharusnya lebih serius
dalam menyelesaikan masalah
yang terkait dengan Freeport supaya
tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM
yang terjadi dan kasusnya tidak
pernah terselesaikan.
Anggota Kelompok:
1.
Cindyta Meidiana ( 21216629 )
2.
Dwi Fajar Wati ( 22216182 )
3.
Shifa Baity N ( 27216007 )
REFERENSI