Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan menambahkan
faktor faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara konvensional,
kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau masyarakat yang
berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari kemiskinan sangat
beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun
kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap
sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi
yang sangat lemah dan tereksploitas(kemiskinan struktural).
Pada
umumnya kemiskinan diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang individu untuk
memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak.
Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan material. Definisi kemiskinan
mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi
diperluas tidak hanya berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup
ketidakmampuan dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pendekatan
kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang,
keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang,
papan, kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan
menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial
meliputi:
- Sumber keuangan (mata
pencaharian, kredit, modal)
- Modal produktif atau asset
(tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
- Jaringan sosial untuk
memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
- Organisasi sosial dan politik
yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
- Informasi yang berguna untuk
kemajuan hidup.
- Pengetahuan dan keterampilan.
Konsep
Kemiskinan
Kemiskinan
dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu
pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar kelayakan hidup seseorang atau
kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial (social
distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan.
Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih
dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis kemiskinan) dan atau
indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif
kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat
kesejahteraan antar penduduk.
GARIS
KEMISKINAN
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah
tingkat minimum pendapatan
yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju
daripada di negara berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan
dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu
negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis
kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada
di negara berkembang.
Sudah disinggung sedikit di atas tentang garis kemiskinan yang dinyatakan oleh
BPS (Badan Pusat Statistik) yang menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan
minimum yang di butuhkan oleh seseorang, yaitu 2.100 kalori perkapita per hari,
ditambah dengan kebutuhan minimum non-makan yang merupakan kebutuhan dasar
seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan
rumah tangga dan individu yang mendasarinya.
Menyangkut garis kemiskinan, secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung
dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan dan
pengeluaran(Bappenas, 2000 dalam Darwis, 2001).Merujuk pada garis
tersebut maka peneliti hanya membagi tingkat kemiskinan kedalam dua pendekatan
garis kemiskinan dengan pendekatan aspek pendapatan dan garis kemiskinan dengan
pendekatan aspek pengeluaran.
Garis Kemiskinan (GK) pada aspek
pendapatan diukur dengan syarat/ketentuan yang dipakai oleh Bappenas yaitu
US$ 1 per kapita per satu hari. Hal ini sesuai dengan penjelasan Staf Ahli
Meneg PPN/Kepala Bappenas bidang Sumberdaya Manusia dan Kemiskinan (Bambang
Widiyanto) yang menyatakan bahwa pemerintah menggunakan defenisi penduduk
miskin menurut Millennium Development Goals (MDGs), yakni masyarakat
berpenghasilan di bawah US$ 1 per kapita per hari (Gunawan dan Siregar, 2007).
Pendekatan dengan aspek pengeluaran
diukur dengan metode yang digunakan oleh lembaga BPS dan BAPPENAS. Metode yang
digunakan BPS dan BAPPENAS untuk mengukur kemiskinan adalah menghitung GK dan
keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera 1 untuk mengukur kemiskinan adalah
menghitung GK menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach) ,yang terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan
makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKNM).
PENYEBAB
DAN DAMPAK KEMISKINAN
Penyebab
Kemiskinan
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker,
2002),yaitu:
- Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung
diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik
yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal,
termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk
memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat tinggal, memilih
sekolah dan lainnya.
- Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih
disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah
telah membawa dia kedalam Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan
pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan
jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
- Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan
oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku
Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan,
kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya,
keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak
diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini
justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang
kulturnya yang membuat demikian.
- Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat
dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat,
kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja,
sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang
statusnya rendah dan haknya terbatas.
Selain
itu, Penyebab Kemiskinan juga banyak dihubungkan dengan:
- penyebab individual, atau
patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan,
atau kemampuan dari si miskin.
- penyebab keluarga, yang
menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
- penyebab sub-budaya
(“subcultural”), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
- penyebab agensi, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi.
- penyebab struktural, yang
memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Menurut
Nugroho dan Dahuri (2004) Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi
alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural
(budaya).
- Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia,
dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak
dapat berperan dalam pembangunan.
- Kemiskinan struktural dan
sosial disebabkan hasil pembangunan
yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan.
- kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa
kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan
Dampak
Kemiskinan
Dampak
kemiskinan antara lain :
- Tingkat pendidikan rendah.
- Tingkat kesehatan rendah dan
meningkatnya angka kematian.
- Konflik sosial bernuasa SARA
PERTUMBUHAN
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Hubungan antara tingkat kesenjangan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan
dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi
(berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat
agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan
pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya
kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset
dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara
Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari
transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan
tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai
produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya
kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan
diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999,
4).
Berikut
adalah hubungan antara pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan
- Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kesenjangan: Hipotesis Kuznets
Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di
banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan
ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi
positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi
pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar
perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Studi dari Jantti (1997) dan
Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum
miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa
Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan
1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi
pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan
perubahan kebijakan publik.
Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala
keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan
keluarga merupakan dua factor penyebab penting. Literature mengenai perubahan
kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang
disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan
data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets
menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per
kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi
dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural)
ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
- Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda
dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di
atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan
tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir
pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor
lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat
kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan
struktur ekonomi.
INDIKATOR
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Adapun
indikator – indikator kemiskinan sebagaimana dikutip dari Badan Pusat
Statistik, antara lain sebagai berikut :
- Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar ( sandang,pangan, papan ).
- Tidak adanya akses terhadap
kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih dan transportasi ).
- Tidak adanya jaminan masa depan
( karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga ).
- Kerentangan terhadap goncangan
yang bersifat individual maupun massa.
- Rendahnya kualitas sumber daya
manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
- Kuranganya apresiasi dalam
kegiatan sosial masyarakat.
- Tidak adanya akses dalam
lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
- Ketidakmampuan untuk berusaha
karena cacat fisik maupun mental.
- Ketidakmampuan dan
ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan
rumah tangga,janda miskin,kelompok marginal dan terpencil ).
Indikator
– indikator Kesenjangan dari segi Pendapatan
Adapun
indikator – indikatornya antara lain sebagai beikut :
- UMR yang ditentukan pemerintah
antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang berbeda.
- PNS ( golongan atas ) lebih
sejahtera dibandingkan petani.
- Pertanian kalah jauh dalam
menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya sekitar 9.3 % di tahun
2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.
Tetapi
ada beberapa indikator kesenjangan dan kemiskinan dalam perhitungan:
- INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi
pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan
stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari
kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy
(GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada
pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang
mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang
sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin
tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari
garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi
pendapatan.
- INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index.
Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan dalam metode
BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan
absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah
batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari
2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster
dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the
incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya
sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK),
atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi
jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai
suatu proporsi dari garis tersebut.
KEMISKINAN
DI INDONESIA
Antara
pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah
kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis – baik di
desa maupun di kota – karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya
program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Namun, ketika pada
tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11
persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang
sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
Tabel
berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun
absolut:
Statistik
Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien Gini/
Rasio Gini |
–
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
–
|
Sumber:
Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel
di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat
mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang
lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan
garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp.
312,328.
Ada
tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah
tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP
AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin
tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada
pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya.
Banyak orang yang mungkin tidak tergolong (miskin dari segi pendapatan) dapat
dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan
dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga,
mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah
merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
- Banyak penduduk Indonesia
rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional sejumlah besar
penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir
42 persen dari seluruh rakyat.
- Kemiskinan dari segi
non-pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari
kemiskinan dari segi pendapatan.
Bidang-bidang
khusus yang patut diwaspadai adalah:
- Angka gizi buruk (malnutrisi)
yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat
anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan
angka gizi buruk tetap sama dalam tahun- tahun terakhir kendati telah
terjadi penurunan angka kemiskinan.
- Kesehatan ibu yang jauh lebih
buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka
kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga
kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan
Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
- Lemahnya hasil pendidikan.
Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah,
khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun
pada kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka
untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.
- Rendahnya akses terhadap air
bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah,
hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan,
sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
- Akses terhadap sanitasi
merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di
pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses
terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari
seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran
berpipa.
- Perbedaan antar daerah yang
besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas
Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah
pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang
miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap
pelayanan infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di
pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan
80 persen bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan
melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan
dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.
FAKTOR
PENYEBAB KEMISKINAN
Yang
menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu :
- Kemiskinan alamiah.
Kemiskinan
alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas,penggunaan teknologi yang
rendah,dan bencana alam.
- Kemiskinan buatan.
Kemiskinan
ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian
anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas
lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin.
Selain
itu,penyebab kemiskinan di negara Indonesia adalah :
- Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan
penduduk Indonesia terus menigkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus
penduduk.
Meningkatnya
jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang
belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban
ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban
ketergantungan yang harud ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan.
- Angkatan Kerja, Penduduk yang
Bekerja dan Pengangguran.
Secara
garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Yang tergolong tenaga kerja ialah penduduk yang berumur
didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang
satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah
minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua
penduduk kesenjangan dikatakan lunak,distribusi pendapatan nasional dikatakan
cukup merata.
- Tingkat pendidikan yang rendah.
Rendahnya
kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu
negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industri,
jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau
paling tidak dapat membaca dan menulis.
- Kurangnya perhatian dari
pemerintah.
Pemerintah
yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi
salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Faktor
lain yang masih memperlambat pencapaian penurunan kemiskinan sebagai berikut :
- Belum meratanya program
pembangunan,khususnya di pedesaan,luar Pulau Jawa,daerah terpencil,dan
daerah perbatasan. Sekitar 63.5% penduduk miskin hidup di daerah pedesaan.
Kemiskinan diluar Pulau Jawa termasuk Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua juga lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, upaya
penanganan kemiskinan seharusnya lebih difokuskan di daerah-daerah
tersebut.
- Masih terbatasnya akses
masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar.
- Masih besarnya jumlah penduduk
yang rentan untuk jatuh miskin,baik karena guncangan ekonomi,bencana
alam,dan juga akibat kurangnya akses terhadap pelayanan dasar dan sosial.
- Kondisi kemiskinan sangat
dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok. Sehubungan dengan itu
,upaya penanggulangan kemiskinan melalui stabilitas harga kebutuhan pokok
harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Hal ini bertujuan agar
penanggulangan kemiskinan,baik di perdesaan maupun perkotaan dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
Menurut
Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara
berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
- perbedaan geografis, jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan.
- perbedaan sejarah, sebagian
dijajah oleh Negara yang berlainan.
- perbedaan kekayaan sumber daya
alam dan kualitas sumber daya
- perbedaan peranan sektor swasta
dan Negara.
- perbedaan struktur industri.
- perbedaan derajat
ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain.
- perbedaan pembagian kekuasaan,
struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
Menurut
Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995)
yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan
bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:
- Rendahnya kualitas sumber daya
manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan,
tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya
pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan
besarnya jumlah anggota keluarga.
- Rendahnya sumber daya fisik,
hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal
kerja.
- Rendahnya penerapan teknologi,
ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
- Rendahnya potensi wilayah yang
ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
- Kurang tepatnya kebijaksanaan
yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan
kemiskinan.
- Kurangnya peranan kelembagaan
yang ada.
Menurut
Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor
tersebut antara lain:
- Rendahnya taraf pendidikan.
- Rendahnya taraf kesehatan.
- Terbatasnya lapangan kerja.
- Kondisi keterisolasian,
KEBIJAKAN
ANTI KEMISKINAN
Banyak
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi berbagai macam
masalah kemiskinan, antara lain adalah sebagai berikut :
- Kebijaksanaan tidak langsung
Kebijaksanaan
tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan
setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan antara lain
adalah suasana sosial politik yang tentram, ekonomi yang stabil dan budaya yang
berkembang.
- Kebijaksanaan langsung
Kebijaksanaan
langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan produktifitas sumber daya
manusia ,khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah. Melalui penyediaan
kebutuhan dasar seperti sandang,pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan,
serta pengembangan kegiatan – kegiaatan sosial ekonomi yang berkelanjutan untuk
mendorong kemandirian golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.
Strategi
oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan adalah :
- Jangka pendek, berupa :
- Pembangunan/penguatan sektor
usaha Kerjsama regional.
- Manajemen pengeluaran
pemerintah (APBN) dan administrasi.
- Pendidikan dan kesehatan.
- Penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan.
- Pembagian tanah pertanian yang
merata.
- Pembangunan sektor pertanian,
usaha kecil, dan ekonomi pedesaan.
- Manajemen lingkungan dan SDA.
- Pembangunan transportasi,
komunikasi, energi dan keuangan.
- Peningkatan keikutsertaan
masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan.
- Peningkatan proteksi sosial
(termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
- Jangka menengah dan panjang
mencakup :
- Pembangunan dan penguatan
sektor swasta.
- Kerjasama regional.
- Manajemen APBN dan
administrasi.
- Penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan.
- Pembagian tanah pertanian yang
merata.
Kebijakan
pemerintah untuk pengentasan kemiskinan sudah terealisasi dengan
mengucurkan dana APBN 2014 senilai Rp. 47,2 Triliun.
Beberapa
program yang dibuat pemerintah untuk pegentasan kemiskinan
seperti :
- OPK (operasi pasar khusus).
- Raskin (Beras Miskin).
- JPS-BK (Jaringan Pengamanan
Sosial Bidang Kesehatan).
- PKSPS-BBM (Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi BBM).
- JPS-DBO (Jaringan Pengaman
Sosial Bidang Pendidikan dan Dana Bantuan Operasional).
- BKM (Badan Keswadayaan
Masyarakat).
- BSM (Bantuan Siswa Miskin).
- BOS (Bantuan Opersional Sekolah).
- BLT (Bantuan Langsung Tunai).
- PKH (Program Keluarga Harapan).
- KUR (kredit Usaha Rakyat).
- PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat)
KELOMPOK
Cindyta Meidiana ( 21216629 )
Dwi Fajar Wati ( 22216182 )
Shifa Baity N ( 27216007 )
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar