Ads 468x60px

Jumat, 30 Juni 2017

CURICULUM VITAE



Nama                                   : Shifa Baity Nurhabbi
Tempat Tanggal Lahir            : Jakarta, 27 Agustus 1998
Jenis Kelamin                        : Wanita
Agama                                  : Islam
Status                                    : Belum Menikah
Warga Negara                       : Indonesia
Alamat                                  : Jln. Pramuka Raya Gg.Hasan No.34 Rt02/11 Mampang Pancoranmas Depok
Telepon                                 : 082233445566
Email                                     : Shifabaity1@gmail.com

Riwayat Pendidikan
Pendidikan Form
  1. TK Aisyah 6 Depok 
  2.  Sekolah Dasar Negeri Mampang 1 Depok ( 2004-2010) 
  3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Depok ( 2010-2013) 
  4. Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Depok ( 2013-2016) 
  5. Universitas Gunadarma
Pendidikan NonFormal
  1.  Kursus Matematika & Bahasa Inggris di SMART Depok
Riwayat Organisasi
  1. Menjadi Panitia di Universitas Indonesia dalam acara “Pelajar Cinta Indonesia” pada tahun 2014-2015
Kemampuan Bahasa Asing : Cukup

Polandia Jadi Pintu Ekspor Indonesia ke Eropa Tengah



WARSAWA. Kunjungan delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Perindustrian Saleh Husin ke Polandia membuahkan beberapa kesepakatan dan hasil konkret. Di antaranya, kedua negara bekerja sama dalam perdagangan ekspor-impor, pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan serta teknologi.

“Pertama yang menggembirakan adalah Polandia membuka peluang kita untuk memanfaatkan pelabuhan mereka menjadi pintu masuknya produk Indonesia ke Eropa Tengah dan kawasan Eropa lainnya. Ini diharapkan meningkatkan ekspor andalan kita seperti minyak kelapa sawit atau crued palm oil/CPO,” kata Menperin di Warsawa, Polandia, usai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dengan Kementerian Perekonomian Republik Polandia di Warsawa, Polandia, Kamis (10/9/2015).

Dari pihak Polandia, pejabat yang melakukan penandatanganan ialah Menteri Perekonomian sekaligus Wakil Perdana Menteri  Polandia, Janusz Piechocinski. Nota kesepahaman itu mencakup pengembangan industri kimia, kedigantaraan dan maritim, suku cadang dan komponen, industri permesinan khususnya untuk pertambangan dan pemadam kebakaran, industri baja khusus, pengolahan makanan dan industri alat kesehatan.

Hasil penting yang kedua, pemerintah Polandia membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mengekspor produk tekstil dan komoditas lainnya. Selain itu menjalin kerja sama industri dan investasi. “Akhir September nanti, sekitar 20 pengusaha terkemuka Polandia akan berkunjung ke Indonesia,” ujar Saleh.

Ketiga, terjalin kemitraan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Alstom Power dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Perusahaan multinasional yang kondang dalam rekayasa teknologi itu memberikan peluang kepada sekitar 20 mahasiswa ITB untuk belajar dan bekerja (magang) di pabrik produsen turbin pembangkit listrik milik Alstom.

“Penandatangan memorandum of understanding-nya akan dilakukan di Bandung sekitar akhir September atau awal Oktober mendatang. Pihak Alstom yang akan datang ke Indonesia, mereka sangat serius dan ini kesempatan emas bagi kita,” ungkap Dubes RI untuk Polandia, Peter Frans Gontha yang mendampingi Menperin pada kunjungan kerja ini.

Menurutnya, peningkatan kerja sama dengan Polandia di saat ini merupakan momentum yang tepat lantaran negara ini tengah berkembang pesat baik di bidang ekonomi maupun penguasaan teknologi.

“Jadi kunjungan Pak Menteri Perindustrian ini memiliki sekaligus dua arti penting. Kita tawarkan investasi bagi mereka untuk menggarap sektor industri manufaktur seperti galangan kapal, pembangkit listrik dan lain-lain di Indonesia. Sebaliknya ini juga penjajakan bagi pengusaha Indonesia untuk ekspansi ke Polandia, salah satunya masuk ke industri pariwisata,” ujar Gontha yang juga mengungkapkan Polandia merupakan salah satu dari sedikit negara Eropa yang pertumbuhan ekonomi tetap melaju di saat negara di Benua Biru lainnya mengalami konstraksi.

Aktivitas industri Polandia yang pesat juga membutuhkan bahan baku yang dihasilkan oleh Indonesia. Salah satunya ialah industri makanan minuman yang kebutuhan minyak nabatinya dapat dipenuhi oleh CPO asal Indonesia.

INVESTASI INFRASTRUKTUR LISTRIK DAN MARITIM
Image result for polandia
Selain menggelar pertemuan dengan pejabat pemerintahan, Menperin juga mengunjungi pusat-pusat industri seperti produsen komponen pembangkit listrik dan perkapalan.

“Indonesia ingin menarik investasi dari Polandia dan mempererat kerja sama. Kita yang sedang memacu infrastruktur seperti listrik dapat menggandeng Alstom Power sebagai produsen turbin pembangkit listrik,” katanya. Salah satu opsinya, menurut Menperin, produsen turbin di Indonesia dapat menjalin kemitraan baik dalam investasi maupun produksi bersama atau joint production.

Sejauh ini, menurut data Kemenperin, terdapat 3 perusahaan di Indonesia yang sudah dapat memproduksi turbin berkapasitas hingga 27 MW, dua perusahaan generator hingga 10 MW, sepuluh perusahaan boiler sampai 660 MW.

Sementara itu, industri galangan kapal nasional dapat menjalin kemitraan dengan galangan kapal Polandia yang dikenal kompetitif dalam hal biaya produksi dibanding negara produsen kapal di Eropa lainnya namun tetap berkualitas.

“Salah satu keunggulan industri maritim Polandia adalah dukungan sektor pendidikan melalui Gdynia Maritime University. Ini bisa menjadi ide menarik untuk diterapkan di Indonesia yaitu memperkuat kerja sama antara industri dengan program studi di perguruan tinggi yang berkorelasi dengan kemaritiman,” ujar Saleh Husin saat mengunjungi industri perkapalan di pelabuhan Gdynia, Gdansk.

Selain ke pabrik turbin Alstom di Elblag dan galangan kapal RS Nauta di Gdynia, delegasi Indonesia juga ke pusat reparasi kereta api cepat Alstom, dan bertemu dengan manajemen produsen persenjataan PGZ (Polish Arms Group). Menperin juga melihat dari dekat proses produksi alat kesehatan dan industri makanan minuman di pabrik Bakoma (BKZ Group).

Pada 2014, total neraca perdagangan Indonesia ke Polandia  untuk semua produk industri mengalami surplus sebesar USD 252,2 juta. Ekspor produk industri yang paling besar dari Indonesia ke Polandia adalah produk mesin elektronika, peralatan musik, dan perlengkapan TV dengan nilai USD 136,2 juta, selanjutnya produk karet dan barang sejenisnya dengan nilai USD 48,1 juta, serta produk sabun, lilin, semir, dan perawatan gigi dengan nilai 22,2 juta USD. Total nilai ekspor untuk semua produk industri sebesar USD 395,9 juta.

Selanjutnya, impor produk industri Polandia ke Indonesia yang paling besar pada tahun 2014 adalah produk susu, telur burung, madu, produk binatang dengan nilai USD 27,6 juta, lalu produk reaktor nuklir, boiler, mesin, serta komponen dengan nilai USD 20,4 juta, sedangkan produk mesin elektronika, peralatan musik, perlengkapan TV dengan nilai USD 16,5 juta. Total nilai impor untuk semua produk industri sebesar USD 143,8 juta.
 Kelompok : 
1. Cindyta Meidiana
2. Dwi Fajarwati
3. Shifa Baity

Referensi





Sabtu, 03 Juni 2017

PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA

Berbeda dengan periode Orde Lama, pada era Orde Baru, industri merupakan sektor prioritas utama. Untuk mendukung pembangunan industri nasional, pemerintah menganut dua strategi industrialisasi yang berbeda yang dijalankan secara berturut-turut, yakni diawali dengan substitusi impor dengan penekanan pada industri-industri padat karya seperti tekstil dan produk-produknya, seperti pakaian jadi (TPT), alas kaki, produk-produk dari kayu (khususnya kayu lapis), dan makanan serta minuman, dan dilanjutkan belakangan dengan pembangunan industri-industri perakitan otomotif, dan kemudian pada awal dekade 80-an bergeser secara bertahap ke promosi ekspor. Strategi kedua ini terfokus pada pengembangan industri-industri padat karya yang berorientasi ekspor.
Selama periode Orde Baru, ekonomi Indonesia telah mengalami suatu perubahan struktural yang besar dari suatu ekonomi dimana sektor pertanian memainkan suatu peran yang sangat dominan di dalam pembentukan/pertumbuhan PDB Indonesia ke suatu ekonomi dimana sumbangan PDB dari sektor tersebut menjadi sangat berkurang. Pada tahun 1965, kontribusi pertanian tercatat sekitar 56 persen dan tahun 1997 tinggal 16 persen dari PDB, atau hanya sepertiga dari pangsanya tahun 1965 (Gambar 2). Sementara itu industri manufaktur tumbuh sangat pesat pada kisaran 13 persen rata-rata per tahun selama periode 1975-97. Ini membuat pangsa PDB dari industri manufaktur naik dari sekitar 8 persen tahun 1965 melewati sektor pertanian tahun 1991, dan tahun 1995 menjadi sekitar 24 persen dari PDB Indonesia, tiga kali lebih besar dari pangsanya tahun 1965. Biasanya, sektor-sektor sekunder lainnya seperti konstruksi, transportasi, dan listrik, gas dan suplai air bersih, dan juga sektor-sektor tersier seperti keuangan dan jasa lainnya ikut berkembang mengikuti perkembangan industri, atau sektor-sektor sekunder (selain industri) dan tersier semakin penting dalam proses industrialisasi. Karena perkembangan industri dengan sendirinya menciptakan permintaan terhadap sektor-sektor non-primer tersebut. Perkembangan industri memerlukan infrastruktur seperti jalan-jalan raya, kompleks-kompleks industri dan gedung-gedung perkantoran, dan juga jasa-jasa keuangan dan penyewaan (lisensi). Sektor jasa juga menunjukkan suatu tren yang positif selama periode tersebut.

Perkembangan Industri Nasional

Image result for PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA 
Tidak hanya karena pertumbuhan ekonominya yang pesat yang bisa berlangsung terus dalam suatu jangka waktu yang lama, tetapi juga karena pembangunan industrinya yang sangat pesat, Indonesia sempat masuk di dalam kelompok negara-negara Asia Tenggara dan Timur yang dijuluki “East Asian economic miracle.” (Hill, 1996). Bahkan di dalam kelompok ini yang termasuk Hong Kong, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Thailand dan Singapura, kemajuan ekonomi Indonesia pada saat itu dianggap sangat impresif terutama untuk pencapaian dalam pembangunan sektor industrinya. Juga, Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara penghasil minyak lainnya yang tergabung dalam negara-negara pengekspor minyak (Organisation of Petroleum Exporting Countries/OPEC) untuk kemajuan sektor industri manufakturnya. Bahkan selama periode 1980-an dan 1990-an, Indonesia sempat menjadi salah satu pemain kunci dalam sejumlah industri, dari minyak kelapa sawit ke TPT hingga elektornik (USAID dan SENADA, 2006). Jadi, dapat dikatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan output industri manufaktur yang pesat merupakan karakteristik utama dari ekonomi Indonesia selama era Orde Baru.
Sebelum era Orde Baru (1966), ekonomi Indonesia masuk ke dalam suatu periode stagnasi yakni pada saat mana praktis tidak ada pertumbuhan PDB dan output industri yang berarti yang dikombinasikan dengan meroketnya inflasi dan menurunnya pendapatan per kapita. Setelah Orde Lama diganti dengan Orde Baru, PDB mulai menunjukkan pertumbuhan yang pada awalnya hanya sekitar 5 persen rata-rata per tahun hingga jatuhnya harga minyak di pasar dunia pada tahun 1982, setelah itu mulai meningkat yang mencapai rata-rata 7 persen per tahun hingga 1997.
Pada awal Orde Baru, industri manufaktur relatif lambat berkembang. Misalnya, berdasarkan data BPS, nilai produksi industri manufaktur tahun 1969 tercatat hanya 1,42 miliar dollar AS. Salah satu faktor penghambat yang terpenting adalah devisa negara yang terbatas. Karena industri asli lokal masih sedikit, hampir semua jenis mesin harus diimpor. Kelangkaan devisa ini menyebabkan pemerintah harus mengadakan pengawasan ketat atas impor, dan pembatasan ini merupakan kendala serius bagi Indonesia untuk membangun industri-industri. Namun pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan output industri mulai membesar dan pada akhir tahun 1983, output manufaktur tercatat sekitar 7,84 miliar dollar AS.
Laju pertumbuhan output di industri manufaktur selalu lebih besar daripada pertumbuhan produksi di industri migas, yang membuat industri manufaktur mempunyai suatu pengaruh yang non-proporsional terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karenanya, ekonomi Indonesia bisa bergerak mengurangi tingkat ketergantungannya pada migas dan bisa tumbuh pesat walaupun output di sektor pertanian tumbuh dengan laju per tahun yang rendah.
Ada beberapa faktor yang memungkinkan pertumbuhan yang sangat pesat tersebut. Pertama, iklim ekonomi Indonesia pada akhir 1960-an telah mengalami perbaikan yang sangat berarti akibat kebijaksanaan stabilisasi, rekonstruksi dan rehabilisasi ekonomi yang langsung dilakukan oleh pemerintah Orde Baru setelah peralihan kekuasaan dari Orde Lama. Kedua, sejumlah tindakan konkrit yang dilakukan pemerintah Orde Baru yang bertujuan memberikan peluang yang lebih besar bagi kekuatan pasar melalui usaha menghilangkan kontrol ketat pemerintah pada zaman Orde Lama. Diantaranya adalah liberalisasi perdagangan internasional, khususnya melalui penghapusan berbagai pengawasan terhadap ekspor dan impor serta penghapusan system kurs devisa berganda yang rumit yang telah menjadi cirri kebijaksanaan ekonomi Orde Lama. Ketiga, perlakuan khusus yang sebelumnya dinikmati hanya oleh BUMN-BUMN (seperti subsidi) dikurangi. Keempat, dikeluarkannya undang-undang investasi yang menandakan mulainya era liberalisasi investasi di dalam negeri, yakni UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968). UU investasi ini bukan hanya memberikan peluang tetapi juga landasan hokum yang kuat bagi para investor asing dan domestik untuk menanamkan modal mereka di berbagai kegiatan produktif, termasuk sektor industri, di Indonesia. Kelima, akibat kekurangan besar akan berbagai macam barang jadi yang muncul dalam tahun-tahun terakhir rezim Orde Lama. Kondisi pasar seperti secara potensial menimbulkan permintaan yang sangat besar dan hal ini menjadi suatu perangsang bagi pertumbuhan industri di dalam negeri. Terutama bagi industri-industri yang selama Orde Lama beroperasi jauh di bawah tingkat optimal karena berbagai alasan seperti tidak tersedianya bahan-bahan baku, suku-suku cadang, dan komponen-komponen atau sulit mengimpor input-input tersebut akibat kekuarangan devisa, kondisi pasar yang demand-excess seperti ini adalah suatu kesempatan besar bagi industri-industri tersebut meningkatkan produksi mereka sesuai kapasitas terpasang mereka pada saat itu tanpa perlu investasi baru secara besar-besaran. Keenam, tersedianya devisa dalam jumlah yang banyak sesudah tahun 1998 akibat kenaikan yang pesat dari ekspor minyak bumi dan mineral-mineral non-minyak dan kayu gelondongan serta arus modal dari luar baik dalam bentuk bantuan luar negeri maupun PMA. Ketujuh, pola industrialisasi substitusi impor yang ditempuh pemerintah Orde Baru, yang memungkinkan pertumbuhan produksi dalam negeri terutama untuk barang-barang jadi
Memang pada awal era Orde Baru, pemerintah beralasan kuat untuk menganut kebijakan-kebijakan investasi dan perdagangan terbuka. Karena pada saat itu, pemerintahan Soeharto menyadari bahwa ini satu-satunya cara untuk menarik investasi dan bantuan pendanaan dari luar, khususnya dari dunia barat, yang sangat diperlukan untuk memulihkan kembali perekonomian nasional yang sudah sangat buruk peninggalan Orde Lama. Namun pada akhir 1970-an, pemerintah kembali ke regim proteksi dan memperbesar intervensi langsungnya, terutama menyangkut pembangunan industri. Paling tidak ada empat jalur lewat mana pemerintah melakukan intervensi pada era 80-an.
Produksi makanan dan kayu merupakan jenis-jenis kegiatan industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas negara-negara lain. Keunggulan komparatif Indonesia dalam produksi makanan dan kayu diantaranya adalah tenaga kerja yang murah dan membuat makanan dan produk-produk dari kayu adalah kegiatan-kegiatan industri padat karya, dan kaya SDA (pertanian dan hutan pohon yang luas). Tentu, dengan kemajuan teknologi saat ini, Indonesia juga harus mengembangkan keunggulan kompetitifnya seperti kualitas SDM dan teknologi untuk tetap unggul di pasar dunia untuk kedua jenis produk tersebut. Karena bukan tidak mungkin bahwa suatu saat sebuah negara kecil yang sedikit jumlah penduduknya (yang berarti upah tenaga kerja relatif lebih mahal daripada di Indonesia) dan miskin SDA (sehingga harus impor komoditi pertanian dan kayu) bisa menjadi unggul dalam ekspor produk-produk makanan dan kayu, karena negara tersebut memiliki SDM, menguasai teknologi paling akhir dalam produksi makanan dan kayu, dan memiliki jaringan pemasaran global yang luas.
Kelemahan industri Indonesia seperti juga di banyak NSB lainnya adalah masih lemahnya industri-industri pendukung mulai dari pembuatan mesin hingga sejumlah komponen untuk satu produk jadi seperti mobil. Karena pada umumnya sifat dari proses-proses produksi di kelompok industri-industri berat seperti pengolahan logam hingga mesin-mesin sangat kompleks dan memerlukan SDM dengan ketrampilan tinggi, teknologi, dan modal yang lebih tinggi dibandingkan industri-industri ringan, walaupun di dalam beberapa hal, proses produksi implosive di subsektor industri berat untuk jenis industri-industri enjiniring bisa dilakukan secara efisien dengan menggunakan teknologi yang relatif padat karya.
Secara keseluruhan, masih ada beberapa kelemahan yang bisa dilihat dari pembangunan industri nasional hingga saat ini. Pertama, seperti telah dijelaskan sebelumnya, walaupun selama tiga puluh tahun lebih sejak Indonesia memulai industrialisasi pada awal pemerintahan Orde Baru sempai sekarang, industri nasional telah mengalami perluasan struktur, bobotnya masih lebih berat pada kelompok industri ringan, khususnya barang-barang konsumsi ringan seperti makanan, minuman, tembakau, tekstil dan kayu. Selain itu, walaupun sepanjang periode tersebut banyak muncul industri-industri yang menghasilkan bahan-bahan baku dan penolong, sebagian besar dari NT yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut berasal dari cabang-cabang industri yang sifat dari pengolahan bahan-bahan bakunya tidak memerlukan suatu mata rantai yang panjang untuk langsung menjadi barang-barang jadi seperti tekstil atau tekstil menjadi pakaian jadi, dan kayu menjadi meubel dan kertas.
Kedua, sebagian besar cabang-cabang industri yang mengolah bahan-bahan baku dan penolong memiliki tahap-tahap produksi yang relatif pendek dan hanya mencakup proses implosive pada tahap-tahap paling akhir. Hal ini dapat dilihat dari data perdagangan internasional Indonesia menurut jenis industri yang menunjukkan tingginya kandungan impor dari produk-produk tersebut. Hingga saat ini sebagian besar dari cabang-cabang industri tersebut masih lebih bersifat sebagai industri-industri perakitan, terkecuali industri-industri pupuk, karet, kayu, semen dan pengilangan minyak.
Ketiga, walaupun ada perkembangan selama tiga dekade terakhir ini, kontribusi terhadap pembentukan NT dari industri manufaktur atau PDB pada tingkat lebih luas dari industri-industri dasar atau hulu seperti besi baja masih relatif kecil. Padahal, kemajuan pembangunan sektor industri atau peningkatan industrialisasi di suatu negara dicerminkan juga oleh peningkatan pangsa NT dari industri manufaktur atau PDB dari industri besi baja. Hal ini disebabkan belum berkembangnya industri-industri barang modal atau lainnya di dalam negeri yang memakai output dari industri besi baja sebagai inputnya. Dalam kata lain keterkaitan produksi domestik dari industri besi baja ke depan dengan industri-industri tengah masih lemah: industri-industri hilir yang memerlukan mesin atau komponen atau barang lainnya berbahan baku besi atau baja masih impor dari luar, sementara output dari industri besi baja di Indonesia langsung di ekspor shingga tidak menghasilkan NT yang berarti di dalam negeri.
Keempat, secara umum, ketergantungan impor dari industri nasional masih sangat tinggi, terutama kelompok industri-industri tengah yang membuat bahan-bahan baku dan penolong, barang-barang modal dan alat-alat produksi, dan kelompok industri-industri hilir, khususnya barang-barang konsumsi tahan lama. Akibatnya sumbangan NT dari industri-industri tersebut masih relatif kecil; walaupun untuk industri-industri tertentu ada kenaikan selama tiga dekade terakhir ini. Salah satu penyebabnya adalah bahwa sebagian besar dari industri-industri tersebut masih bersifat perakitan, dan industri-industri penunjang belum berkembang baik.

Kelompok :
Cindyta Meidiana ( 21216629 )
     Dwi Fajar Wati ( 22216182 ) 
     Shifa Baity N ( 27216007 )


referensi :

 
 
Blogger Templates