Setiap unit usaha tentu saja
memiliki prospek masing-masing dalam era perdagangan bebas. Namun sebelum
membahas hal tersebut, terlebih dahulu kita bahas tentang UKM. UKM atau Usaha
Kecil Menengah merupakan salah satu sector bisnis berskala kecil dengan kekayaan
bersih maksimal Rp200.000.000,-. UKM menjadi peran yang sangat penting bagi
penggerak perekonomian daerah dan negara tidak terkecuali di Indonesia. Dengan
adanya UKM, maka akan membantu perekrutan SDM yang pada akhirnya akan
mengurangi masalah pengangguran di Indonesia. Semakin banyak UKM, maka semakin
kecil tingkat pengangguran di Indonesia, oleh karena itu, pemerintah seharusnya
mendukung penuh UKM yang ada agar terus berkembang. Bagi setiap unit usaha dari
semua skala dan di semua sector ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi
perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di
satu sisi akan menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapak dihadapi
dengan baik akan menjelma menjadi tantangan.
Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Usaha kecil di Indonesia didominasi
oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat dibangun dan
beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu
menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal,
seperti diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan usaha menengah,
usaha kecil pada umumnya membuat barng-barang konsumsi sederhana untuk
kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Implikasi dari sifat
alami ini berbeda dengan usaha menengah dan usaha besar, usaha kecil sebenarnya
tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas pemerintah.
Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan
globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan
dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang
akan menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek dari suatu usaha.
Kemitraan Usaha dan Masalahnya
Dalam menghadapi persaingan di abad
ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan
tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan
cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang
dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB).
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management
(SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan,
kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya
untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue
ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di
Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan
(Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut
harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan
suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses
yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan
kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan
mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di
Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
- Inti Plasma,
merupakan hubungan kemitraan antara
UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya
dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis
manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi
yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal
ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk
membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
- Subkontrak,
merupakan hubungan kemitraan UKM dan
UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai
bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan
hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma)
meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian
pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain
itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan
baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan
pembiayaan.
- Dagang Umum,
merupakan hubungan kemitraan UKM dan
UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok
kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB
memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh UB.
- Keagenan,
merupakan hubungan kemitraan antara
UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan
jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana
pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen)
bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan
produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
- Waralaba
merupakan hubungan kemitraan, yang
di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang,
dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai
bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi
waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima
waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting
buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar
domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan
perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit
dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM
dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru
setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia
tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu
pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi
UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut
pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan
kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan
biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari
sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan.
Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah
kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan
ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip
saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat
ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan
etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus
memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai
titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah
sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan
kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan
perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Menghadapi persaingan bebas, usaha
menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi kemampuan SDM, skala usaha
dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses pasar. Dalam perjalanannya
pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada pembinaan pengusaha kecil,
sementara pembinaan terhadap usaha menengah seolah-olah terlupakan. Kebijakan
pengembangan usaha bagi usaha menengah belum bersandar pada satu peraturan
pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam aras pengembangan usaha, masih
terdapat grey area dalam pengembangan usaha menengah
Salah satu strategi untuk mendorong
kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang
terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat dalam membangun
struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis banyak
dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha
menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM.
Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan dengan usaha kecil.
Namun dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan yang dimilikinya,
Usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UKM dalam
persaingan bebas. Hal ini karena potensi teknologi dan sumberdaya manusianya
jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil. Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa
dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, dapat
dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang bersifat double squeze yaitu
situasi yang datang dari sisi internal berupa ketertinggalan
produktivitas, efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari external
pressure. Dengan adanya dua fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah
masalah ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha
kecil dan menengah
Kelompok :
Cindyta
Meidiana ( 21216629 )
Dwi Fajar
Wati ( 22216182 )
Shifa Baity N ( 27216007 )
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar